Ayse zahrania husein. surabaya, 13 july 2003. Ya! Itu adalah
sepenggal dari biodata gadis kecil yang baru saja beranjak 11tahun. Anak kedua
dari tujuh bersaudara, yang katanya paling beda dari saudaranya yang lain. sayangnya hal
itu juga terjadi padanya perbedaan
ayse dengan saudara-saudaranya yang lain begitu terlihat berbeda. Warna kulit
ayse terlihat lebih gelap dari saudaranya yanglain, tinggi badan ayse lebih
kecil dari mereka. Ayse terlihat lebih buruk jika dibandingkan dengan
saudaranya. Kehidupannya tak kalah kelam dari kondisi fisiknya. Ia kerap kali
mendapat cemoohdan kritikan negatif dari oranglain, perlakuan yang berbeda dari
orangtuanya serta seringkali di banding-bandingkan dengan saudaranya oleh orang
lain. Tapi ia mempunyai akhlak yang sangat amat mulia, penyabar, cerdas dan ia
tak pernah marah jika ada orang yang membandingkannya dengan saudaranya yang
lain apalagi jika dibandingkan dengan salshabiela yakni kakaknya. Karena salsha
begitu beruntung ia memiliki kehidupan yang terbilang mendekati sempurna, ia
begitu cantik, disenangi dan didekati banyak pria. ia juga selalu dimanja oleh
orangtuanya, apapun yang ia minta sekejap ia akan mendapatkannya, maklum anak
pertama biasanya mendapat perlakuan lebih dari orangtuanya. Satu waktu salsha
mengajak teman-teman sekolahnya untuk belajar bersama dirumahnya. Ketika sampai
dirumah, Salah seorang teman salsha yang bernama gabriella mendadak ingin buang
air kecil. lalu, ia melihat ayse yang sedang ditugaskan ibunya untuk mencuci
piring.
“nih... minum dulu deh sebelum
belajar dimulai” kata salsha membawa minuman dan camilan untuk teman-temannya
“sha, yang lagi cuci piring itu anak pembantu
kamu ya? Kasian banget sih, masih kecil udah disuruh kerja” tanya gabriella sembari
menyeruput segelas jus jeruk
“pembantu? Aku gak pakai pembantu”
“loh.. trus anak kecil yang lagi cuci piring di
dapur itu siapa?” dengan penasaran
“ooh.. itu namanya ayse, dia adik aku” katanya
santai
“apa?!! Adik kamu? Kamu pasti bercanda kan?” tanyanya
lagi seraya tak percaya
“iya beneran, dia adikku. Kenapa?”
“tapi kok..”
“iya, jika dibandingkan kita memang jauh
berbeda, entah... semarah apa Tuhan padanya sampai ia mengutuk ayse seburuk
itu” kata salsha lagi tak mengerti
“tapi adik-adik kamu yang lain ganteng dan
cantik-cantik ko kayak kamu, kenapa dia beda banget ya?”ajeng-menilik satu
persatu foto yang terpampang di dinding-dinding ruang tamunya
“iya.. Cuma dia doang yang paling beda,
kadang-kadang kalo ada orang yang melihat kita berdua, mereka sering mengira
aku sedang jalan bersama asistainku”
Kasian yaa”
***
Perhatian dari orangtua mereka memang kurang
seimbang untuk ayse, mereka sering kali tak memperdulikan kondisi atau
kesehatan ayse, yang terlihat dimata mereka hanyalah kecerobohan dan malasnya
ayse, jika ayse melakukan kesalahan atau ketika ibunya sedang kerepotan memasak
tiba-tiba adiknya menangis meminta digendong, ibunya sering sekali memarahi dan
memukuli ayse dengan sapu hingga patah. Yang bisa ayse lakukan hanya menangis
di sudut kamar ketika ia berusaha menahan sakitnya bekas luka itu.
Saudara-saudara selalu berusaha tak mendekat ketika ayse sedang dimarahi
alasannya karena takut terkena sasaran kemarahan ibunya. Mereka tak pernah
peduli dengan keadaan ayse setelah disiksa ibunya. Tapi sialnya kali ini sania
adiknya juga terkena omelan ibunya kenapa ia hanya diam melihat adiknya
bungsunya merengek ingin digendong ibunya.
“gara-gara kakak! Aku jadi kena marah ibu!” kata
sania menyalahkan ayse
“maafin kakak ya dik, kamu jadi kena lampiasan
ibu”
“iya! Semudah itu kakak minta maaf? Kalo bikin
salah tuh jangan bawa-bawa orang lain ka! Dasar bawa sial” teriak sania lagi
Hanya kata maaf dan maaf yang bisa ayse ucapkan,
Ia hanya pasrah. Ayse sudah terlalu lelah jika ia harus ber adu mulut dengan
sania, lagian jika sania berbuat tak sopan padanya, ia hanya mampu bersabar
karena jika ia melawan atau memarahi sania maka sania akan berlari mengadu pada
ibunya dan memarahi ayse.
“kenapa sih? Kakak harus terlahir gagal? Aku malu sama
temen-temen saat mereka tau, aku punya kakak jelek dan gak berguna.” Lanjutnya
lagi
Ayse tak pernah paham, mengapa Tuhan
menakdirkannya seperti ini, ayse sering kali menyelipkan doa dalam salatnya,
semoga orangtua dan keluarganya bisa sadar dan lebih menghargainya. Ia pun tak
pernah lupa bertanya pada Tuhan lewat doanya itu. Apa kesalahan terbesar yang
pernah ia lakukan sewaktu kecil, ia tak akan pernah meminta dilahirkan jika ia
hanya mendapat ejekan dari oranglain. Tapi ayse selalu berusaha untuk berpikir
positif, mungkin dengan iya dicemooh oranglain itu akan membuat mereka bahagia
karna ayse akan sangat bahagia jika oranglain bahagia karenanya sekalipun itu
menyakitkan baginya seperti tersayat-sayat samurai yang baru diasah.
***
Suatu ketika ayse tak bangun
sepagi biasanya, sudah pukul 07.00 pagi, tapi ayse masih meringkuk di tempat
tidurnya. Tubuhnya menggigil, suhu tubuhnya sangat panas. Ayse jatuh sakit dan
itu tentu akan membuat ibunya semakin repot dibuatnya. kalau ibu mengetahui hal
ini, ia pasti akan sangat marah.
“AYSE!! AYSE!! Cepat bangun!
Sudah siang kamu masih juga belum bangun. Dasar anak malas! Cepat bangun! Kalo
kamu masih belum bangun juga, nanti ibu siram kamu” teriak ibu didapur yang
sedang menyiapkan sarapan untuk putra dan putrinya
Kondisi ayse begitu lemah, ia
tak mampu bangun. Lagi-lagi ia membuat kesalahan karena tak menuruti perintah
ibunya.
Akhirnya sang ibu terpaksa harus menghampiri
ayse dan membangunkannya secara paksa
“ayse
cepat bangun! Dasar anak malas”ujar ibunya lagi sembari mencubiti kaki ayse
dengan keras
Ayse tetapi tak menghiraukan teriakan ibunya,
sampai ibunya melihat bibir ayse yang memutih seperti kedinginan. Kemudian
ibunya mengecek dahi ayse yang panas, tapi bukannya ia merasa sedih anaknya
sakit, ia malah terlihat sangat marah.
“kamu
ini. Merepotkan saja! Pake sakit segala!”
Ayse tak bisa apa-apa, ia hanya bisa diam,
akhirnya sang ibu harus membawanya kedokter. Dan hasilnya menyatakan bahwa ayse
menderita tyfus karena terlalu sering kelelahan. Setelah itu mereka pulang,
dengan terpaksa ibunya harus menahan amarah pada ayse dan merawatnya selama ia
sakit. Satu bulan berlalu, ketika ayse mulai bosan karena lagi-lagi harus
meminum obat-obatan yang begitu banyak, sampai suatu hari ketika ibunya sedang
menemani dan menyuapinya untuk memium obat tiba-tiba saja ayse memuntahkannya
kembali hal itu membuat sang ibu sangat marah padanya dan mencubitnya hingga
membiru.
“dasar! Anak tidak tau diuntung! Pembawa sial! Kamu
pikir membeli obat pakai daun! Buang-buang uang tau tidak?!” teriak ibunya
sembari menoyor ayse
“maaf bu, ayse mual, obatnya sangat pahit”
“siapa suruh sakit! Makanya, kalau main jangan
berlebihan! Kalau sudah begini siapa yang repot?
Ayse lagi-lagi membisu seribu bahasa. Beberapa
hari kemudian, kondisi ayse tak kunjung membaik malah semakin memburuk. Lalu
ibunya kembali membawa ayse kedokter. Dokterpun menyatakan bahwa ayse juga
menderita kanker darah atau yang biasa disebut leukimia. Jadi terpaksa ayse
harus mendapatkan perawatan intensif, akhirnya ayse dirawat dirumah sakit.
Melihat kondisi ayse yang sangat lemah tak berdaya ibunya pun menjadi merasa
iba padanya, yang biasanya ibunya sering mengelusnya menggunakan rotan kini
tangan kasarnaya berusaha mengusap wajah ayse dengan lembutnya. Seperti yang
telah lama ayse rindukan dan impikan. Melihat ayse terbaring seperti ini
membuat keluargannya menangis tak henti-hentinya merasa bersalah karena telah
kasar padanya. Dalam tidurnya ayse sering sekali mengigau, bahwa ia melihat ada
kuda berwarna putih dan sebuah kendaraan putih serta seseorang yang mengajaknya
ikut. Tapi ayah dan ibunya langsung membisiki ayse untuk menolak jika
diajaknya. Selang beberapa hari kondisi ayse mulai membaik, ibunya mengelap
tubuhnya dan menggantikannya pakaiannya dengan pakaian kesukaannya yang
berwarna putih. Dokter berkata bahwa esok ayse sudah diperbolehkan pulang tapi
sebelum mereka pulang, pagi harinya tubuh ayse kembali panas, ia tak kunjung
bangun, wajahnya menguning dan kondisinya sangat kritis. Sang ibu kembali
membisiki ayse, bahwa ia berjanji tak akan memarahinya lagi. Ayse berjuang
mempertahankan hidup karena impiannya telah terwujud, tapi kehendak Tuhan
berkata lain, ia lebih sayang pada ayse, ia tak ingin penderitaan ayse
berlanjut, ia menginginkan ayse segera disisinya
dan memeluknya. keluarganya begitu terpukul dengan kenyataan ini, mereka sangat
sedih karena tak sempat membahagiakan ayse. Ayse pun akhirnya menghembuskan
nafas terakhirnya pada hari jum’at dan kini ia mampu tersenyum bahagia bersama
Tuhan.
SELESAI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar